Sabtu, 26 Oktober 2013

TEORI PERILAKU KONSUMEN

Teori Konsumsi adalah teori yang mempelajari bagaimana manusia / konsumen itu memuaskan kebutuhannya dengan pembelian / penggunaan barang dan jasa.
Perilaku konsumen adalah bagaimana ia memutuskan berapa jumlah barang dan jasa yang akan dibeli dalam berbagai situasi.

Ada 2 pendekatan
• Pendekatan Marginal Utility / Cardinal
• Pendekatan Ordinal / Analisis Kurva Indiference

Utility adalah rasa kesenangan atau kepuasan yang muncul dari konsumsi, ini merupakan kemampuan  memuaskan keinginan dari barang, jasa dan aktivitas.

Tujuan konsumen adalah memaksimalkan utilitas dengan batasan berupa pendapatan dan harga yang bersangkutan.

PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN CARDINAL
Asumsi yang berlaku :
• Bahwa kepuasan seseorang tidak hanya dapat diperbandingkan, akan tetapi juga dapat diukur.

Pengukuran kepuasan diukur dengan satuan “Util”.
• Marginal Utility of money constant dan Marginal Utility barang-barang konsumsi menurun, hal ini menganut Hukum Gossen I (Law of Deminishing Marginal Utility ) yaitu semakin banyak satuan barang yang dikonsumsi oleh konsumen maka semakin kecil tambahan/ marginal kepuasan yang diperoleh konsumen atau bahkan nol / negatif.

Konsumen akan memaksimumkan kepuasannya dengan tunduk pada kendala anggaran mereka.
• Kepuasan total (Total Utility) mempunyai sifat aditive ( penjumlahan unit kepuasan yang diperoleh dari masing-masing barang yang dikonsumsi)

Contoh : Skedul Total Utility dan Marginal Utilyty untuk konsumsi jeruk dalam satu hari sebagai berikut :




PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN KURVA INDIFEREN / ORDINAL

Pendekatan ini mempunyai asumsi :
·         Rationality ; konsumen diasumsikan rasional artinya ia memaksimalkan utility dengan pendapatan pada harga pasar tertentu. Dan konsumen dianggap mempunyai pengetahuan sempurna mengenai informasi pasar

·         Utility adalah bersifat ordinal artinya konsumen cukup memberikan rangking atau peringkat kombinasi mana saja yang ia sukai. Dengan demikian, konsumen tidak perlu memberikan utils atau satuan kepuassan terhadap barang yang dikonsumsi.

·         Menganut hukum Deminishing Marginal Rate of Substitution artinya bila konsumen menaikkan konsumsi barang yang satu akan menyebabkan penurunan konsumsi barang yang lain dan dapat digambarkan dengan kurva indeferen.

·         Total Utility yang diperoleh konsumen tergantung dari jumlah barang yang dikonsumsikan.
·         Bersifat consistency dan transivity of choice artinya bila , A>B, B>C maka barang A lebih disukai dari B dan barang B lebih disukai dari C kesimpulannya bahwa A>B>C maka A>C.

Kurva Indiferens Adalah kurva yang menghubungkan titik – titik berbagai kombinasi antara 2 barang yang dapat memberikan kepuasan yang sama bagi seorang konsumen.
Ciri-ciri kurva indiferens
• Semakin ke kanan atas (menjauhi titik origin), semakin tinggi tingkat kepuasannya
• Kurva Indiferens tidak berpotongan satu sama lain.
• Berslope negatif.
• Cembung terhadap titik origin.


Budget Line (Garis Anggaran)
• Adalah garis yang menunjukkan jumlah barang yang dapat dibeli dengan sejumlah pendapatan atau anggaran tertentu, pada tingkat harga tertentu.
• Konsumen hanya mampu membeli sejumlah barang yang terletak pada atau sebelah kiri garis nggaran.
• Persamaan garis anggaran : I = X . Px + Y . Py
I = Anggaran
Px = harga barang X
Py = harga barang Y

Seorang konsumen akan memilih sekelompok barang yang memaksimumkan kepuasannya dengan tunduk kepada kendala anggaran yang ada.
Sekelompok barang yang memberikan tingkat kepuasan tertinggi terjadi pada saat kurva indiferens tertinggi bersinggungan dengan garis anggaran






Sifat 3: Kurva-kurva indiferen tidak saling berpotongan.
uTitik A dan B memberikan kepuasan yang sama bagi konsumen.
uTitik B dan C memberikan kepuasan yang sama bagi konsumen.
uHal ini berarti titik A dan C akan memberikan kepuasan yang sama bagi konsumen.
uPadahal titik C mengandung lebih banyak barang daripada titik A.




Sifat-Sifat Indifference Curves
·         Kurva indiferen yang lebih tinggi lebih disukai daripada yang lebih rendah.
·         Kurva indiferen melengkung ke bawah.
·         Kurva-kurva indiferen tidak saling berpotongan.

Sifat 1: Kurva indiferen yang lebih tinggi lebih disukai daripada yang lebih rendah.
·         Setiap konsumen biasanya akan lebih suka jika dapat mengkonsumsi barang dalam jumlah lebih banyak.
·         Kurva indiferen yang lebih tinggi melambangkan ketersediaan barang lebih banyak daripada kurva di bawahnya.

 



Sifat 2: Kurva indiferen melengkung ke bawah.
·         Konsumen bersedia menukarkan suatu barang jika ia memperoleh lebih banyak barang lain untuk mendapatkan kepuasan yang sama.
·         Jika jumlah suatu barang berkurang, jumlah barang lain harus meningkat.
·         Karena alasan ini, bentuk kurva indiferen selalu melengkung ke bawah.




 


Sifat 3: Kurva-kurva indiferen tidak saling berpotongan.
·         Titik A dan B memberikan kepuasan yang sama bagi konsumen.
·         Titik B dan C memberikan kepuasan yang sama bagi konsumen.
·         Hal ini berarti titik A dan C akan memberikan kepuasan yang sama bagi konsumen.
·         Padahal titik C mengandung lebih banyak barang daripada titik A.


Pilihan Optimal Konsumen (lanjutan)
Pada titik optimal, penilaian konsumen atas kedua barang tersebut (diukur dgn tingkat substitusi marjinal) sama dengan penilaian pasar (diukur dgn harga relatif).
Kesimpulan
  • ·         Garis kendala anggaran (the budget constraint) memperlihatkan berbagai kemungkinan kombinasi konsumsi yg dapat diperoleh konsumen.
  • ·         Titik-titik pada kurva indiferen yg lebih tinggi lebih disukai daripada titik-titik pada kurva indiferen yg lebih rendah.
  • ·         Kemiringan kurva indiferen pada setiap titik merupakan tingkat substitusi marjinal konsumen.
  • ·         Konsumen berusaha mencapai titik optimum dengan memilih salah satu titik pada kendala anggarannya yang bersentuhan dengan kurva indiferen tertinggi.

Jumat, 04 Oktober 2013

Mengapa Koperasi Belum Menjadi Soko Guru Di Indonesia?

Mengapa Koperasi Belum Menjadi Soko Guru Di Indonesia?

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dikatakan bahwa KOPERASI adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. 

Hal yang selalu dipertanyakan mengapa koperasi di Indonesia belum mnjadi Soko Guru??? Menurtu saya pribadi kenapa koperasi di Indonesia belum jadi soko guru karena beberapa hal diantaranya yaitu: 
  1. Kurang perhatian dari pemerintah
  2. Kurang mendapatkan kepercayan masyarakat terhadap koperasi 
  3. Kurang nyaman nya koperasi ( karena banyak koperasi yang menipu
  4. Kurang peminatnya 
  5. Produk Produk yang selama ini ditawarkan koperasi sangat terbatas, varian yang paling populer adalah simpan pinjam, itupun bukan menjadi produk koperasi yang kompetitif yang bisa bersaing di pasar apalagi dengan suku bunga bank yang tinggi membuat koperasi sulit berkembang dan margin yang semakin tipis sehingga harus menaikan bunga jika ingin eksis.
  6. Harga lebih mahal membuat keengganan masyarakat untuk berbelanja di koperasi. Bagaimanapun masyarakat pembeli adalah konsumen yang membandingkan harga dengan tempat lain dan cenderung akan bertransaksi di tempat yang lebih murah. 

Dengan manajemen yang masih ‘kurang profesional’ baik dari tingkat pendidikan personalnya, maupun manajemen pengelolaannya sehingga tidak jarang koperasi bangkrut dan kolaps karena faktor ini. Itupun masih ditambah dengan tingginya tingkat penggelapan dana yang kerap kita dengar, karena pemerintah sangat memanjakan koperasi. Dengan kondisi kontrol pelaksanaan belum stabil koperasi banyak dibantu lewat ‘Dana Segar’ tanpa pengawasan, sifatnya tidak wajib dikembalikan sehingga koperasi menjadi ‘manja’ dan tidak akan pernah mandiri. Itulah hal-hal yang mungkin yang menyebabkan Koperasi sampai saat ini belum bisa di katakan sebagai soko guru.hal ini sangatlah memperhatin. Masih dibutuhkan uluran tangan dan pemikiran serta bersama sama menjadi pelaksanaan di lapangan untuk mewujudkan mimpi koperasi yang modern dan diperhitungkan secara ekonomi dan sosial.

 Koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Soko guru, berarti tiang utama, tiang utama perekonomian Indonesia. Mengapa saat ini koperasi belum menadi soko guru? memang cukup banyak koperasi di Indonesia, tetapi hanya beberapa yang dapat menjadi koperasi yang sukses. Dengan adanya koperasi-koperasi yang sukses ini banyak yang meirik, maklum karena di sana ada bergelimpangan uang yang bisa digunakan untuk apa saja. Seperti biasa, kaum politisi juga mulai tertarik. Dan itulah yang terjadi, koperasi menjadi perebutan partai politik. Politisasi koperasi, tidak mampu mempertahankan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia, bahkan sebaliknya. Dapat dipahami, karena koperasi sejatinya memang harus lepas dari politik.

 Koperasi akan tetap sebagai soko guru perekonomian Indonesia, kalau platformnya adalah ekonomi, bukan politik ataupun kepentingan perorangan/golongan. Inilah yang mestinya harus dikembalikan, agar koperasi kembali ke jati dirinya. Jati diri koperasi itu adalah kegotong-royongan. Menarik pelajaran dari Mohamad Yunus di Bangladesh. Bank yang dipimpinnya, memberikan kredit mikro pada sekelompok orang, bukan perorangan. Demikian juga di Thailand. Dan ternyata dengan pendekatan seperti itu, ia berhasil meningkatkan perekonomian rakyat kecil. Sekelompok orang, bukankah mirip dengan koperasi? Kalau hal itu terjadi pada dunia swasta, misalnya kepemilikan perusahaan oleh karyawan perusahaan itu, perusahaan itu niscaya juga semakin kokoh. Disinilah perbedaan konsep perekonomian kita dengan konsep ekonomi pasar, dimana kepemilikan perusahaan lebih berbasis pada kemampuan perorangan untuk ikut memiliki saham perusahaan, antara lain, melalui bursa saham. 

Untuk mengembalikan kondisi koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia, barangkali harus ada perubahan kebijakan dalam pemberian kredit mikro. Seandainya kredit itu diberikan pada kelompok usaha kecil, bukan perorangan, atau melalui koperasi, barangkali nilai tambahnya akan meningkat. Keamanan kredit, juga lebih terjamin. Dampaknya, perekonomian Indonesia juga akan mampu bersaing dan kualitas pertumbuhan ekonomi kita juga semakin baik, oleh karena pertumbuhan ekonomi akan lebih terbagi (shared growth). Kesenjangan kaya-miskin juga dapat ditekan.